Jepang dan Tingkat Kelahiran yang Rendah

 

Bukan hal yang asing lagi jika negara Jepang sedang mengalami masalah serius tentang rendahnya tingkat kelahiran dengan disertai populasi generasi tua yang tinggi. Kalau dalam bahasa Jepang sendiri lebih dikenal sebagai 少子高齢化(shoushikoureika), "少子"yang bisa diartikan sebagai rendahnya tingkat kelahiran dan sedangkan" 高齢"bisa diartikan tingginya populasi generasi tua.

Jadi sebenarnya apa sih maksud dari tingkat kelahiran yang rendah ? dan apa dampaknya terhadap suatu negara ?. Sederhananya, seperti negara pada umumnya, negara itu sangat bergantung dengan jumlah populasi mereka, selain untuk pendapatan pajak, negara juga butuh para penduduknya untuk membangun perekonomian dan industri terutama penduduk pada masa produktif (kira-kira umur 25-40 tahun). Orang-orang pada masa produktif itulah saat dimana banyak berkontribusi pada perekonomian, pendapatan pajak, asuransi kesehatan (karena pada umumnya ketika masa ini bisa dibilang cukup jarang sakit, sedangkan iuran tetap harus bayar), dan yang tidak kalah penting adalah iuran pensiun.

Jadi bayangkan ketika orang-orang pada masa produktif hilang ketertarikan untuk memiliki anak, ketika masa dimana mereka dalam masa pensiun sangat butuh support dari negara. Mulai dari biaya rumah sakit, uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lainnya. Sedangkan karena mereka sangat sedikit yang memiliki anak, pada saat mereka menjadi beban bagi negara, anak-anak mereka yang seharusnya mulai masuk pada masa produktif tidak lahir atau hanya sedikit yang regenerasi. Sehingga adanya defisit yang terjadi karena sedikitnya pajak, produktifitas, iuran asuransi kesehata dan dana pensiun yang masuk, padahal disisi lain negara harus terbebani dengan tunjangan-tunjangan yang harus mereka berikan kepada generasi-generasi sebelumnya.

Menurut data pada tahun 2019 ada sekitar 846.000 bayi lahir di Jepang, sedangkan pada tahun yang sama angka kematian mencapai 1.37 juta orang. Yang berarti pada tahun 2019 negara Jepang defisit 516.000 populasi dan itu diprediksi akan terus menurun. Jika dibandingkan dengan Indonesia pada tahun 2019 angka kelahiran mencapai 4,5 juta dan angka kematian 1,6 juta penduduk.

Dan ini bukanlah masalah yang mudah, meskipun pemerintah jepang sudah melakukan segala cara untuk membuat penduduknya memiliki keinginan memiliki anak. Seperti pada tahun 2017 pemerintah jepang menganggarkan sekitar 2 trilliun yen hanya untuk mengratiskan preschool untuk anak umur 3 sampai 5 tahun, dan untuk mengatasi kurangnya penduduk produktif Jepang membuka untuk pekerja asing sekitar 340.000 orang untuk 5 tahun kedepan (sumber).

Negara yang sebegitu maju dengan memiliki sistem yang rapih seperti Jepang pun tetap memiliki masalah yang tak kunjung membaik. Karena jika masalah ini tidak terselesaikan bukan masalah ekonomi saja, tidak menutup kemungkinan penduduk asli Jepang punah dari peradaban. Mungkin saatnya kita orang Indonesia yang sekiranya hanya “nongkrong” minum kopi dan ber-julid ria menggunakan waktunya untuk kerja di Jepang, negara yang dimana sedang butuh tenaga kerja khususnya buruh (karena orang-orang di desa semua pindah mencari kerja di Tokyo). Sebagai info bagi kalian buruh pabrik di sini aja gajinya mencapai 20juta rupiah loh.

~cheers

Aiman H Irsyad

Experienced Graphic Designer with a history of working in the Graphic Design in Jakarta, Indonesia. Has a strong background in Typography, Adobe Photoshop, Photography, Graphics, and Logo Design. Achieved Bachelor of Fine Arts (BFA) majoring in Graphic Design from Jakarta Institute of The Arts.

Currently living and working at a Design Company in Tokyo, Japan. And living as a "Night in Japan" Podcaster that tells hundreds of stories as an Indonesian who's living life in Japan.

https://www.linkedin.com/in/aiman-husaini-94792b6b?lipi=urn%3Ali%3Apage%3Ad_flagship3_profile_view_base_contact_details%3BNg3KUaT9Q0uQxEYPyMRA%2Bw%3D%3D
Previous
Previous

Opini Terdalam Saya tentang Pandemi Corona di Indonesia

Next
Next

Salam kenal dan Welcome to Night in Tokyo