Opini Terdalam Saya tentang Pandemi Corona di Indonesia

Dari setiap musibah selalu ada pelajaran berharga untuk di masa depan, dan sudah saatnya kita belajar untuk “ Sedia payung sebelum hujan ”.

Tepat tanggal 30 Maret 2020 saya menulis ini, dimana dunia sekarang sedang menghadapi Corona Pandemic yang sudah meluas d seluruh dunia. Pada detik ini jumlah kasus tentang novel corona di Italy dan Amerika Serikat sudah melampaui China yang notaben-nya adalah pusat penyebaran pertama virus Covid-19 ini. Jika tarik waktu ke empat tahun lalu, Bill Gates pernah berpresentasi di acara TED (link) tentang prediksi dia bahwa The next outbreak seluruh negara di dunia tidak akan siap, termasuk Indonesia (karena Indonesia masuk dalam dunia bukan?).

Kembali ke awal Maret lalu, pada saat itu saya membuat sebuah podcast tentang situasi Jepang yang mulai terkena dampak dari pandemi ini, pada saat itu Jepang masih dalam status dibawah 500 kasus. Dan saya masih bisa bilang saat itu negara ini masi cukup aman terkendali, ya meskipun gaya hidup mulai berubah sejak adanya virus ini. Perusahaan dimana saya bekerja memaksa 50% dari seluruh karyawan-nya untuk bekerja dari rumah (saya rasa ini adalah arahan dari pemerintah), meskipun tidak sedikit perusahaan di Jepang akhirnya memaksa seluruh pegawainya bekerja dari rumah. Restoran mulai ketat masalah kebersihan mulai dari pegawainya, alat-alat yang mereka pakai, hingga menjaga dan meminimalisir terjadinya penularan dari pegawai ke customers ataupun sebaliknya. Negara ini terlihat cukup siap dalam menangkal penyebaran virus ini.


Dengan segala rumor tentang virus-19 tidak bisa bertahan hidup di Indonesia karena iklim panas, orang Indonesia kebal terhadap virus-19 ini, bahkan seolah-olah penademi ini menjadi bahan candaan bagi sebagian orang di Indonesia.
 

Lalu, bagamana dengan Indonesia?. Saat itu Indonesia tercatat masih nol dalam kasus novel corona ini. Ya, mungkin kita cukup bangga saat itu meskipun saya agak khawatir karena belum adanya kebijakan pemerintah maupun kesadaran masyarakatnya sendiri untuk menghadapi virus covid-19 ini. Yang ada orang Indonesia jumawa terhadap virus ini, dengar dari cerita teman, teman-teman di Jepang mendengar dari orang terdekat mereka di Indonesia, bahkan sampai keluarga saya sendiri pun awalnya mengganggap remeh dengan virus ini. Dengan segala rumor tentang virus-19 tidak bisa bertahan hidup di Indonesia karena iklim panas, orang Indonesia kebal terhadap virus-19 ini, bahkan seolah-olah penademi ini menjadi bahan candaan bagi sebagian orang di Indonesia. Meskipun tidak semua orang seperti itu, beberapa teman yang saya kenal ada yang sudah cukup sadar dengan bahayanya virus ini.

Di saat Indonesia masih nol kasus, tidak henti-hentinya negara sekitar termasuk WHO mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan sebuah actions demi menghadapi pandemi ini. Entah langkah-langkah kebijakan mengadapi pandemi ini ataupun sekedar melakukan test sample ke masyarakat untuk memastikan tidak ada orang yang tertular virus ini khususnya di daerah yang banyak orang berdatangan dari luar negeri (Jakarta, Bali, dll). Yang ada sih saat itu pemerintah hanya memerintahkan kita supaya tenang dan berdoa. Membaca itu saya pun speechless, sama seperti ketika orang terdekat saya dikritik oleh ayahnya karena jangan terlalu banyak membaca media luar yang hanya cemburu dengan Indonesia, padahal dia hanya ingin mengingatkan agar siap dan mulai hati-hati terhadap virus-19 ini. Memang saat itu masih di petengahan Februari, tapi bukan berarti dengan nol-nya kita, kita harus berdiam-diam saja. Dan ujungnya pemerintah mendapat sebuah kritikan keras terkait menghadapi pandemi ini (sumber).


Pemerintah memang terlihat gagap dalam menangani pandemi ini, begitu juga masyarakatnya yang menganggap remeh virus ini.
 

Pemerintah memang terlihat gagap dalam menangani pandemi ini, begitu juga masyarakatnya yang menganggap remeh virus ini. Kenyataanya kita memang belum sepenuhnya sadar dengan bahaya ini. Kalau dilihat beberapa pandemi flu sebelumnya seperti SARS (2002-2003), MERS (2015), dan virus flu-flu lainnya, Indonesia memang tidak merasakan langsung dari penyebaran virus-virus itu. Mungkin itu kenapa pemerintah dan masyarakat terlihat begitu tenang dan santai terhadap virus covid-19. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti China, Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang, Indonesia memang terasa jauh dari bahaya virus-virus keluarga flu ini.

Ini mengingatkan saya ketika bencana tsunami di Aceh tahun 2004 lalu, yang mengakibatkan lebih dari 130.00 orang meninggal padahal besaran magnitude sama seperti tsunami 2011 di timur Jepang yang menewaskan hampir 16.000 jiwa. Jika dibandingkan Jepang, Indonesia yang tidak familiar dengan tsunami sehingga minimnya infrastruktur yang bisa meredam gempa ataupun tsunami ataupun prosudur-prosedur dalam menanggulangi dan mengadapi bencana. Sedangkan Jepang yang notaben-nya sering menghadapi dan rawan bencana memiliki segala sistem untuk meminimalisir dampak dari bencana, contoh paling sederhana adalah seluruh handphone di Jepang memiliki alarm akan secara otomatis berbunyi jika orang didaerah itu rawan terhadap dampak gempa.

Pengalaman-pengalaman inilah yang kurang dimiliki oleh orang Indonesia yang hidup di tanah surga, dan sangat dimanjakan oleh alam. Kita patut bersyukur kepada 3 orang kasus corona pertama di Indonesia, karena tanpa mereka mungkin kita tidak sadar bahwa virus ini sudah menyebar di Indonesia. Karena asumsi saya virus ini sudah cukup menyebar sebelum adanya laporan dari kasus 1, 2, dan 3, hanya saja orang Indonesia belum sadar bahwa mereka terpapar virus covid-19 ini. Kenyataannya pada kasus pertama dia yakin terpapar virus ini karena orang Jepang yang dia temui sebelumnya akhirnya menghubungi dia karena sedang dirawat di rumah sakit di Malaysia karena terjangkit virus covid-19.

Lalu siapakah yang salah?. Tentunya pemerintah dan kita sebagai masyarakat pun memiliki andil dari wabah yang melanda Indonesia sekarang. Kita harus sadar bahwa kita dan pemerintah sama-sama tidak memiliki pengalaman menghadapi pandemi ini, dan kita sama-sama tidak siap. Dan ini saatnya kita untuk berhenti menghujat pemerintah apalagi sempat-sempatnya kita masih saling meng-goreng politik. Karena saya sebagai orang yang memiliki teman di kubu “banteng” maupun dikubu “garuda” melihat dengan jelas bertapa gigihnya kalian masih saling mengkritik lawan dan masih menganggap kalian benar. Nyatanya yang kalian bela itu ya hanya ideologi politik yang dimana dua-duanya tidak ada yang benar, dan yang jelas tidak akan membantu sama sekali terhadap mengurangi dampak dari pandemi corona ini.

Yang perlu kalian tahu juga banyak orang di Indonesia yang masih bergantung terhadap pendapatan harian, yang dimana kalo dia tidak keluar untuk kerja mereka tidak memiliki penghasilan. Seperti yang dijelaskan dalam video ini, masih banyak teman-teman kita yang mau tidak mau keluar rumah karena itulah sumber pendapatan mereka, ironi bukan ditengah kita harus berdiam dirumah demi memutus rantai dari penyebaran virus covid-19. Padahal menurut UU Karantina Kesehatan Pasal 52 ayat 1 “Selama penyelenggaraan Karantina Rumah, kebutuhan hidup dasar bagi orang dan makanan hewan ternak yang berada dalam Karantina Rumah menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat”. Apakah kalian tahu tentang UU kebijakan ini ?? tidak bukan, yang intinya kita sebagai pemerintah maupun masyarakat tidak memiliki pengalaman apapun menghadapi pandemi. Jadi jangan heran jikalau mortality rate dari pandemi ini Indonesia sangat tinggi 8,8% (30 Maret 2020), jika dibandingkan China sebagai pusat penyebaran hanya 4%. Dan ini masih akan berlanjut.


Semoga dari akhir pandemi corona ini kita sebagai bangsa Indonesia bisa belajar, mulai dari kesadaran dan kesiapan kita jika kembali muncul pandemi lainya.
 

Semoga dari akhir pandemi corona ini kita sebagai bangsa Indonesia bisa belajar, mulai dari kesadaran dan kesiapan kita jika kembali muncul pandemi lainya, hingga pemerintah yang harus memiliki sistem pertahanan yang bukan sekedar fokus terhadap militer, tetapi sistem pertahanan jikalau menghadapi pandemi serupa. Sehingga pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan dengan lebih cepat, yakin dan terkalkulasikan. Yang pastinya tidak ragu dan sudah terukur dalam sudut pandang ekonomi. Karena tanpa ini kita benar-benar tidak dapat menjamin keselamatan seluruh masyarakat maupun para tenaga medis dan volunter yang sudah mengorbankan keselamatan mereka demi kepentikan orang banyak. Bukan sekedar kebijakan aji-mumpung yang ada karena sebabnya baru ada.

Kita harusnya banyak belajar dari negara-negara yang memang sudah pengalaman dan sudah sering menghadapi situasi seperti ini. Sehingga kita siap apapun wabah yang melanda kita, siap dari pihak pemerintah maupun kita sebagai masyarakatnya itu sendiri. Dan saya sangat yakin bahwa sistem pertahanan terhadap pandemi itu perlu. Kembali yang telah saya bahas di awal, seperti yang telah Bill Gates prediksikan bahwa dunia tidak akan siap menghadapi next outbreak, dan nyatanya memang iya banyak negara yang belum siap termasuk Indonesia.

Please tetaplah dirumah teman-teman, dan bantulah orang yang memang harus tetap keluar demi mencari nafkah. Serta tetap dukung dan ikuti yang diinstruksikan pemerintah sekarang. Juga salut dan terima kasih sebesar-besarnya untuk tenaga medis dan volunter yang sudah berdedikasi untuk menghadapi pandemi corona ini.














~stay safe














Aiman H Irsyad

Experienced Graphic Designer with a history of working in the Graphic Design in Jakarta, Indonesia. Has a strong background in Typography, Adobe Photoshop, Photography, Graphics, and Logo Design. Achieved Bachelor of Fine Arts (BFA) majoring in Graphic Design from Jakarta Institute of The Arts.

Currently living and working at a Design Company in Tokyo, Japan. And living as a "Night in Japan" Podcaster that tells hundreds of stories as an Indonesian who's living life in Japan.

https://www.linkedin.com/in/aiman-husaini-94792b6b?lipi=urn%3Ali%3Apage%3Ad_flagship3_profile_view_base_contact_details%3BNg3KUaT9Q0uQxEYPyMRA%2Bw%3D%3D
Previous
Previous

Rasanya Bekerja di Izakaya Jepang

Next
Next

Jepang dan Tingkat Kelahiran yang Rendah