Terima Kasih Tully's Japan
Selain sekedar bekerja, di tempat ini saya belajar bagaimana orang Jepang menghargai setiap individu.
Mungkin sebelum membaca tulisan ini kalian sudah lebih dulu membaca tulisan tentang pengalaman part-time di sebuah Izakaya Jepang. Bekerja dengan penuh perjuangan mengahadapi kerasnya hidup di Tokyo. Tapi siapa sangka setelah setahun lebih bekerja di Izakaya, lalu berhenti dan pindah ke sebuah coffee shop franchise terbesar kedua di Jepang. Lingkungan kerjanya jauh lebih menyenangkan, tidak hanya sekedar bekerja mencari uang, berteman dengan orang Jepang, dan di tempat itu juga saya mempelajari banyak budaya kerja orang Jepang.
Jika tempat kerja sebelumnya didominasi orang 30-an keatas, di tempat ini sebagian besar pegawainya adalah anak muda( kecuali pegawai tetapnya, mayoritas part-timer adalah mahasiswa ). Sehingga budaya senioritas tidaklah begitu berasa. Bukan halnya asing lagi, jika budaya senioritas dalam lingkungan kerja di Jepang yang notabennya negara bebas, masih sangat kental dengan senioritas. Dari pengalaman budaya kerja di Jepang jika di bandingkan Indonesia budaya hierarki dalam lingkungan kerja masih sangat terasa. Bukan berarti di Indonesia kita tidak menghormati atasan, akan tetapi di Jepang jauh lebih strict dan kandang berlebihan.
Tetapi pada kali ini saya tidak akan membahas lebih jauh seperti apakah budaya kerja di Jepang, tulisan ini tentang pengalaman beharga yang saya dapat ketika menjadi part-timer di Tully’s Japan. 2 tahun lebih bekerja memang tidak sepenuhnya hal-hal baik dan menyenangkan, terkadang ada saja kejadian yang tidak mengenakkan juga tentunya. Namanya juga hidup tidak melulu menyenangkan bukan ?, hanya saja jika dibandingkan dengan bekerja di izakaya di tempat ini jauh lebih stress-free dan teman kerja nya pun sangat bersahabat. Yang jelas saya tidak lagi harus merasa jantungan sebelum mulai shift kerja.
Pada awal bekerja di sini pun sebenarnya level kemampuan bahasa Jepang ya masih pas-pasan, sudah lebih mengerti tetapi belum pada level yang bisa dibanggakan. Jadinya jika normalnya orang baru mulai dari tingkat tukang bersih-bersih lalu belajar di mesin cashier, saya diarahkan lanjut ke bagian barista terlebih dahulu, mungkin selain posisi itu tidak membutuhkan kemampuan komunikasi yang bagus juga tidak berhubungan langsung dengan pelanggan jadi sedikit lebih aman. Yang penting kita hapal cara membuat minuman dan makanan semuanya bisa terkendali.
Dengan mayoritas pegawainya adalah anak muda jadi jauh lebih mudah untuk berbaur, bercerita hal selain pekerjaan dalam jam kerja pun tidak masalah selama tugas masing-masing selesai dan tidak mengganggu yang lain. Selain itu karena bekerja dengan enjoy, meskipun tetap harus belajar dari nol semua tidak menjadi beban karena tidak adanya tekanan dari senior ataupun dari manager. Selama bekerja di sini, banyak kesempatan bagi kita (foreigner) belajar memahani jalan pikir orang Jepang, begitu juga sebaliknya mereka pun akhirnya belajar memahani jalan pikir orang non-Jepang.
Kebetulan pada saat yang hampir bersamaan di saat saya mulai bekerja di sana, ada mahasiswa Universitas Waseda yang mengambil jalur International, yang biasanya memiliki kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris ( karena mereka yang menggambil jalur ini di tahun ketiga memiliki kewajiban belajar di Universitas luar Jepang ). Dan dialah yang akhirnya menjadi teman ngobrol pada masa awal-awal bekerja di Tully’s Japan.
Tidak terasa 2 tahun lebih bekerja di sini, mulai dari hanya sekedar belajar bersih-bersih dan beres-beres cafe sampai sudah hampir hapal dari seluruh sistem kerja. Kita-kita pun menjadi lebih dekat satu sama lain, sebenarnya kesempatan seperti ini kita harus gunakan untuk melatih kemampuan bahasa Jepang kita. Tidak sedikit pula kita pulang bersama karena dengan jalur kereta yang kita gunakan sama. Dan 2 tahun yang tidak sebentar itupun tidak terasa sudah berlalu dengan cepat. Dengan seiiring lulus dari Senmonggakkou ( Sekolah Kejuruan di Jepang ) saya pun harus berhenti dari tempat ini, dan mulai bekerja sebagai full-time designer.
Berbeda dari tempat sebelumnya, di tempat ini saya sedikit merasa sedih untuk keluar dan berhenti bekerja. Pada akhirnya memang tidak mungkin juga selamanya bekerja disana, kecuali saya mendaftar menjadi pegawai tetap di sana, dan untuk hal yang satu itu kayanya “engga deh”. Kembali ke ekspertise awal sebagai Graphic Designer sepertinya adalah hal yang paling rasional, karena bidang itulah satu-satunya yang saya bisa dan saya yakin mampu. Yang jelas penggalaman 2 tahun lebih di Tully’s Japang menjadi pengalaman yang menarik sekaligus menyenangkan selama datang ke Jepang. Bisa memiliki teman Jepang yang benar-benar teman, bisa berbincang dengan pelanggan yang kadang bisa berbahasa Inggris, dan juga bisa belajar banyak hal tentang budaya kerja di Jepang. Di hari terakhir bekerja di sini, seluruh part-timer yang lulus seperti biasanya mendapat kenang-kenangan sebuah album yang berisi foto-foto dan pesan kesan dari seluruh member di cafe itu. Tentunya saya pun dapat, mengingatkan saya seperti buku perpisahan saat kelulusan SMA.
~thank you guys